Oleh : Jamaludin
Mahasiswa Semester VI Prodi PAI IAID Ciamis
Tumbuh-kembang manusia pada zaman modern kini tidak terlepas dari peran media. Tak bisa dielakkan lagi bahwa pembentukan mentalitas manusia pada zaman modern kini tidak bisa terhindar dari gesekan media. Tak bisa terbantahkan lagi bahwa pendidikan karakter manusia selalu diikuti dengan embel-embel media. Entah itu media cetak, elektronik, maupun media internet. Ya, media telah menjadi jembatan arus informasi yang selalu hilir-mudik pada kehidupan manusia. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin pesat.
Fakta yang dapat kita temui dalam Kongres (ngawangkong teu daek beres) yang dilakukan oleh para politisi jalanan, politisi warung kopi maupun politisi pangkalan ojeg seolah mengamini setiap pemberitaan media masa. Bahkan bisa jadi diskusi yang dilakukan oleh mahasiswa sekalipun tidak sedikit yang menuhankan media. Media seolah menjadi Tuhan baru yang mereka akui kebenarannya. Tentunya ini tidak sesuai dengan anjuran tuhan saya Alloh SWT dalam surat Al-Hujurat ayat 6 yang menyarankan umatnya untuk melakukan Tabayun. Banyak diantara kita yang tidak menyadari jika berita yang dimuat oleh media masa analisisnya telah dipengaruhi oleh ideologi wartawan dan kepentingan pemilik media.
Sejujurnya kita sulit untuk mengetahui ideologi apa yang dianut oleh wartawan yang menulis berita, tentu berbeda-beda. tetapi setidaknya kita dapat mengetahui kepentingan apa yang diinginkan media. Kita ketahui bersama bahwa para pemilik media di Indonesia mayoritas orang-orang yang punya kepentingan kekuasaan, sebut saja Surya Paloh dengan Metro Tvnya, Aburizal Bakrie dengan VIVAnya, Hary Tanoe dengan MNCnya, Dahlan Iskan dengan Jawa Posnya. Dan masih banyak lagi.
Puncak pertarungan dalam memperebutkan opini publik pernah terjadi saat Pilpres 2014, dimana media memiliki hasil Quick count versi masing-masing, tentunya versi kepentingan masing-masing pemilik media. Bahkan berita hangat saat ini, dimana media masa Kompas tidak berani mempublikasikan macetnya Jakarta atau banjirnya Jakarta. Ada apa? Mengapa Kompas lebih suka mengangkat perseteruan Ahok VS Ketua BPK. Kemudian membully Ketua BPK dengan opini yang dibangun bahwa bang Harry Azhar muncul di Panama Paper. Saya menduga bahwa didalamnya ada kepentingan untuk untuk kembali memenangkan Ahok sebagai Gubernur DKI dengan membangun opini bahwa Ahok itu benar sedangkan BPK itu ngaco.
Dari fakta diatas kita harus akui jika Kini media massa, baik radio, televisi maupun koran serta media online menjadi sarana terbaik untuk mengubah opini publik dan keyakinan masyarakat. Karena karakter dari media yang bentuknya yang dinamis dan menarik.
Selain itu, media menggunakan rekayasa nilai yang menyasar emosi masyarakat. Sebab manajemen emosi merupakan salah satu prinsip utama. Dalam kondisi demikian, emosi dan sentimen masyarakat yang dijadikan sasaran sebagai jembatan untuk mengubah cara pandang dan pemikiran serta perilaku mereka.
Para aktor media berkeyakinan bahwa emosi masyarakat sebagai media yang baik untuk menciptakan krisis. Dalam sistem penyampaian berita, analisis dan program lainnya, cerita bahkan hiburan pun diarahkan untuk tujuan tersebut yang meliputi seluruh lapisan masyarakat, termasuk anak-anak.
Tentunya kita semua berharap diantara kita khususnya mahasiswa jangan sampai mengamini setiap pemberitaan media, kita harus mampu memilih berita dari media mana yang layak kita baca. Untuk itu pendidikan Jurnalistik menjadi sangat penting bagi mahasiswa. Saatnya kita cerdas dalam menyikapi media, jangan sampai kita tergolong masyarakat yang tergiring opini publik. Tabayun adalah solusi terbaik yang ditawarkan Islam untuk untuk memperoleh kebenaran sejati.